Rabu, 26 Januari 2011

info : Desa Tradisional di Buleleng tak Terurus

 Singaraja (Bisnis Bali) – Kendati di Buleleng terdapat desa tradisional, namun potensi itu tidak dikelola maksimal. Ini dibuktikan dengan minimnya sentuhan pengelolaan dari pemerintah daerah. Tak heran jika kondisi ini membawa kesan jika desa tradisional tak terurus.
Padahal, jika dikelola dengan baik, desa tradisional mampu mendongkrak pengembangan pariwisata di Buleleng. Apalagi, wisatawan asing belakangan ini kian banyak mencari objek wisata seperti desa tradisional.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Buleleng, Putu Tastra Wijaya, Minggu (11/7) lalu, tidak menampik jika pengelolaan objek wisata desa tradisional di Buleleng belum maksimal.
Lebih jauh Tastra mengatakan, sejak dulu Buleleng memang dikenal memiliki objek wisata desa tradisional. Objek itu berada di Kecamatan Banjar meliputi Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, dan Desa Pedawa atau sering disebut dengan SCTP.

Selain itu desa tradisional juga terletak di Kecamatan Tejakula meliputi Desa Sembiran dan Desa Julah. Desa tersebut ibaratnya kini tinggal nama saja, sementara kenyataannya sudah banyak bangunan rumah milik warga dirombak untuk diubah menjadi rumah modern.

Situasi ini tidak bisa dibendung oleh pemerintah karena masyarakat sebagai pemilik rumah, sehingga kewenangan untuk merombak itu tidak bisa diintervensi. “Kita hanya bisa mengimbau agar rumah itu dipertahankan seperti aslinya, namun itu sulit karena warga sendiri yang menghendaki untuk dirombak menjadi rumah modern,” katanya.
Bukan itu saja, papan nama yang menunjukkan objek wisata desa tradisional dibiarkan rusak bertahun-tahun. Ini terjadi di pintu masuk menuju Desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, dan Desa Pedawa Kecamatan Banjar. Papan nama dari kayu itu kini catnya usang dan bahkan nyaris roboh karena kayu penyangganya sudah lapuk. Bahkan, papan itu sangat sulit dilihat karena terhalang oleh bangunan gapura di Jalan Raya Singaraja - Seririt tepatnya di Desa Temukus, Kecamatan Banjar.
Menurut Tastra, upaya nyata yang sudah dilakukan untuk menata sekaligus melestarikan desa tradisional di dua kecamatan itu pemerintah berupaya membangun bangunan rumah tua seperti aslinya. Sayangnya baru satu unit rumah tua berlokasi di Desa Sembiran yang bisa dibangun.

Rumah ini kini menjadi aset pemerintah dan dilengkapi dengan penjaganya dan sewaktu-waktu dijadikan lokasi untuk menjamu kunjungan wisatawan asing. “Karena anggaran yang sangat terbatas, kita baru bisa bangun satu rumah saja. Kita ingin lebih banyak lagi bisa dibangun atau membeli rumah tua yang masih tersisa, tapi itu belum bisa dilakukan karena anggaran minim,” katanya.
Bagimana dengan situasi kunjungan wisatawan asing ke objek wisata desa tradisional? Tastra mengatakan, kunjungan wisatawan asing memang ada namun jumlahnya kecil. Bahkan, dia mengakui tidak memiliki data kunjungan wisatawan asing yang valid. Ini terjadi karena pihaknya kesulitan tenaga yang memandu wisatawan asing saat berkunjung ke desa tradisional, sehingga otomatis kunjungan wisatawan asing tidak terekam dengan baik.

“Saya kira ini kendala kami di lapangan dan dengan pengelolaan yang kita lakukan memang masih jauh dari harapan. Tapi kita tetap berupaya untuk mengelola objek desa tradisional agar lebih baik dari saat ini. *mud

by : (http://www.bisnisbali.com/2010/07/13/news/pariwisata/c.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar